Friday, September 7, 2018

Suatu Malam di Jl Dago

Expand Messages
  • Ryna Lie
    Dec 16, 2012
    Masih berstatus single, mandiri karena berkecukupan uang, begitulah keadaan diri saya. Tidak pernah sebelumnya terpikirkan saya berhasil memperoleh penghasilan pasif bulanan yang rutin seperti sekarang ini sebelum usia mencapai 30 tahun. Terima kasih saya kepada Bapa yang di Surga telah mempertemukan saya dengan ibu Linda Nisida, Double Diamond MGM Group.
    Kali ini saya ingin menceritakan pengalaman yang bagi saya cukup unik, yaitu awal berkenalan dengan seseorang. Malam Minggu sekitar 2 tahun lalu saya diminta membuka grup baru di Bandung yang beranggotakan IBO sekitar 50 orang. Diselenggarakan di Hotel Sheraton di bilangan Dago. Acaranya dinamakan BBS (Business Building Seminar) yang mengetengahkan kisah perjalanan hidup saya hingga mencapai kesuksesan.
    Selesai acara, saya dan team diantaranya pak Tony Hartono dan pak Agus Setyawan dan beberapa orang lagi sengaja sudah sebelumnya mengatur tempat tersebut untuk sekalian dibuat acara dance, berkoordinasi dengan pihak hotel tentunya. Mulailah kami tenggelam dengan hingar bingar Berbagai musik dan berbagai irama disajikan, mulai dari Latin hingga Techno. Lagu lagunya juga bervariasi tahunnya, lagu terkini dan juga lagu lawas. Antara lain yang sangat berkesan yaitu lagu You should be dancing dari the Bee Gees yang sudah dire-mix sehingga seakan akan menjadi versi lain, menjadi lagu house music.
    Image result for sheraton dago bandung

    Di saat break, saya sengaja keluar ruangan mencari udara segar. Saya jalan hingga menyusui jalan Dago dan sampai di Ayam Bakar Purwokerto, depan Thai Palace. Sebetulnya saya sama sekali tidak berniat untuk makan di sana karena memang sudah makan di hotel, tapi karena mendadak hujan dan deras sekali jadinya saya berlari masuk ke restoran itu untuk berteduh. Saya berdiri di pinggir resto itu, sekedar asal jangan kena hujan.
    Saya lihat jam sudah menunjukan pukul 1.15 malam. Saya pikir pasti pak Tony dan teman teman mencari saya. Keadaan jalan sudah lumayan sepi. Saya telpon teman teman yang masih di bangquet hall hotel dan memberitahukan kalau saya mungkin agak terlambat dan saya katakan saya berterduh sejenak. Setelah saya selesai menelpon baru saya menyadari kalau disebelah saya ada seorang bapak separuh baya, berbadan ukuran sedang sedang memeluk seorang anak perempuan yang berdiri disampingnya yang berusia sekitar 10 tahun, mungkin. Dari penampilan mereka sepertinya sih orang susah. Pakaian sibapak itu sudah lusuh warnanya. Celana yang dipakainya juga tak kalah kusam. Topi pet yang dikenakannya juga 11 12, sudah tidak pantas dipakai lagi. Pakaian anaknya masih lebih mendingan. Saya berpikir pastinya sibapak ini menomorduakan kepentingan dirinya dengan mendahulukan atu lebih mementingkan pakaian anaknya. Tampak jelas sekali mereka kedinginan.
    Namanya juga saya sebagai IBO (Independent Business Owner) yang sudah banyak terlatih dalam prospecting, begitu ada orang di jangkauan 1 m tanpa berlama-lama saya dekati dan menyapa mereka. ” Pak, anak perempuannya kedinginan tuh. Kalau mau bapak boleh pakaikan blazer saya ini, masih kering. Paling tidak anak bapak kan tidak kedinginan” Saya segera membuka blazer hitam saya, dan langsung saya kenakan ke anak perempuan tersebut.
    Tanpa bicara, bapak tersebut tidak menolak dan mengangguk sambil tersenyum. Pada saat itu saya baru sadar bahwa anak tersebut benar-benar kedinginan dan giginya bergemeletuk.
    “Tunggu sebentar disini pak!” pinta saya. Saya lari masuk ke dalam restoran dan saya meminta air putih hangat kepada pegawai resto. Saya bilang mau kasih anak yang kedinginan. Puji Tuhan saya justru diberikan teh manis hangat dan segera saya kembali memberikannya kepada bapak tersebut. “Ini pak,.. kasih ke anaknya!” selanjutnya mereka meminumnya berdua.
    Saya tunggu sejenak sampai mereka selesai. Saya hanya diam memandangi lalu lalang kendaraan yang lewat “Mbak atau saya panggil nci nih? Terima kasih banyak, mau menolong saya”. Saya ketawa kecil dan berkata ”ya...saya sih biasa dipanggil nci, tapi kalau dipanggil mbak juga tidak masalah. Ngomong-ngomong bapak pulang ke arah mana? Tanya saya, basa basi bertanya.  ”Di jalan Sersan Bajuri, di daerah Setiabudi sana. Nci tinggal di Bandung?”
    “Tidak” jawab saya dan kemudian saya lanjutkan ”Kenapa sampai larut malam pak, memangnya anak isteri bapak tidak menunggu di rumah? ”
    “Terus terangnya nci. Saya sudah lama pisah cerai dari istri saya termasuk dengan anak saya ini. Susah sekali saya bisa menemui anak ini, selalu dicegah ibunya yang sekarang sudah menikah lagi. Ini pas kebetulan hati ibunya lagi bagus. Saya diizinkan menbawa Fany (nama anaknya) ke rumah saya di Bandung. Tadi saya baru bawa Fany dari jalan jalan di Dago Tea House. Dari sana saya mengunjungi rumah teman saya. Fany rupanya kelelahan dan tertidur di rumah teman saya itu. Tapi saya tetap harus balik ke rumah karena kami tidak bawa pakaian buat menginap meskipun teman saya dan sitrinya sudah menawarkan untuk tidur saja malam ini di rumahnya. Nah, pas nunggu angkot tadi mendadak hujan turun. Jadi kami berteduh disini.”
    Mendengar penjelasan sibapak itu dengan suara terbata bata saya jadi serba salah. “Pak, maafkan saya kalau saya salah omong. Apakah boleh saya memberi uang buat bapak sebagai ongkos pulang ambil taxi malam ini? Itu kalau bapak berkenan. Ini...” saya sodorkan 5 lembar uang Rp 100.000,-. Bapak itu terdiam, lalu tersenyum. Tapi anehnya bukan senyum senang melainkan sebuah senyum yang, maaf, kalau saya katakan adalah senyum akibat menahan tertawa. Tapi kelihatan sekali dia berusaha mengendalikan dirinya. Kemudian beliau meminta dengan sopan dan kini sedikit airmatanya berlinang sambil mengencangkan pelukan ke anak perempuannya. ”Mohon diberikannya langsung ke anak ini saja, nci”. “ya sudah, dik ambil saja ini, dan pak tidak usah dipikirkan cara mengembalikannya”. Tiba tiba anaknya menangis sambil melihat ke arah handphone saya. Bapak tersebut sangat berusaha menghiburnya dan saya benar-benar bingung sekarang harus berbuat apa. Entah kenapa saya berikan saja handphone saya tersebut. Anak itu kemudian menelpon ke seseorang. Rupanya ke ibunya. Dia sedikit terhibur dengan handphone tersebut. Saya berikan kartu nama saya ke bapak itu, sebagai kebiasaan mengikuti SOP prospecting. Sementara itu perlahan lahan saya berjalan agak menjauh dari mereka. Badan dan pikiran yang sudah lelah membuat saya benar-benar kembali tidak dapat berkonsentrasi. Saya putuskan untuk segera kembali ke hotel Sheraton.
    Saya hanya diam dan konsentrasi pada jalan yang saya lalui. Udara benar-benar terasa dingin apalagi saat itu saya tidak lagi mengenakan blazerdan ditambah gerimis kecil sepanjang jalan.
    Sesampai di hotel saya berusaha menghubungi nomor handphone saya dengan HP yang lain tapi hanya terdengar nada handphone dimatikan. “Biarlah. Saya kan seorang Diamond, berpenghasilan besar dan pasif” kata saya dalam hati menghibur diri.

    Esok paginya sewaktu saya menikmati breakfast di cofee shop hotel, seorang room boy menghanpiri saya. Dia bilang tadinya dia sudah berusaha kontak saya dikamar tapi tidak ada jawaban dan jadinya dia cari saya di resto ini. “Tadi ada tamu buat ibu tapi dia kelhiatan terburu buru sekali dan hanya mau menitipkan ini saja” kata room boy tersebut. Saya kaget melihat sebuah bungkusan besar. Saya tanya ke room boy, siapa nama bapak yang mengantar barang tersebut. Dia hanya menjawab dengan tersenyum dan dia bilang kalau yang mengantar hanyalah supirnya bapak yang tadi malam ibu ketemu. Lalu dia menambahkan kelihatannya sibapak itu orang berada karena mobilnya Subaru Forrester, bagus.
    Segera saya buka bungkusan itu dan “Ya Tuhan, semua milik saya kembali. Blazer, BB handphone, dan uangnya tapi yang membuat saya terkejut adalah uang Rp 500.000,- tadi malam telah dikembalikan sebesar 5 juta rupiah jauh melebihi uang yang saya berikan. Lalu ada kartu nama dimana di baliknya ada tertulis ;
    ”Nci, terima kasih banyak atas pertolongannya tadi malam. Ini saya kembalikan semua yang nci berikan karena saya anggap tadi malam sebagai pinjaman saja, bukan pemberian. Maafkan jika saya tidak sopan. Oh ya, maaf handphone milik nci terbawa dan saya juga lupa mengembalikannya tadi malam karena saya sedang larut dalam kesedihan. Terima kasih”.
    Segera saya tunjukkan ke teman teman saya dari MGM yang sedang sama sama menikmati breakfast. Saya ceritakan apa yang saya alami tadi malam. Reaksi pertama datang dari pak Tony. Dia ingin lihat siapa nama di kartu nama itu. Saya perlihatkan. Dia spontan berkata dengan nada agak tinggi:”ya pantas saja. Jangankan Rp 5 juta, dia kasih Rp 50 juta ke kamu juga masih ’gampang’ buat dia”. Saya jadi heran dan saya disuruh baca nama yang tertera disitu:

    Sonny Wahyu Wicaksono.

    Demikianlah, awal saya tanpa sengaja bersinggungan dengan siswa perguruan yang sudah sukses, atau disebut EF. Jadi ceritanya di malam itu saya beri uang ke orang yang sebetulnya lebih kaya dari saya. Ha ha ha….

No comments:

Post a Comment