Thursday, January 10, 2019

Nindya Success Story Bagian 1



Expand Messages
  • Retno Nindyah
    Apr 15, 2015

    Cerita perjalanan hidup saya menuju kesuksesan hingga akhirnya menjadi RB (Relationship Builder) berpredikat Gold penuh dengan hal hal yang mengharukan….
    Foto Dulu

    Saya ceritakan dulu tentang rumah tangga saya karena dari latar belakang inilah terbentuk motivasi sukses saya yang berapi api. Saya menikah di usia muda begitu lulus SMA di usia 18 tahun. Pernikahan saya dengan suami sederhana saja dengan adat Jawa tapi sangat meriah. Suami juga berasal dari Jawa Tengah dan saya dari Banjar Negara, perbatasan Jawa Barat dan Tengah. Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu, shaleh, pintar, tampan dan mapan pula.  Banyak orang yang bilang, kami pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana suami memanjakan saya. Bahagia sekali menikah dengannya. Suami saya begitu relijius. Tidak hanya dari penampilannya yang dengan mudah mencirikan seorang muslim seperti selalu mengenakan baju koko, kopiah menutupi rambutnya, tanpa kumis tapi janggutnya dibiarkan panjang lebat tapi rapih. Ia selalu menjadi imam hampir dalam setiap shalat 5 waktu bila sedang tidak melakukannya di mesjid terdekat. Selalu mengajak saya menbaca Quran bersama sama sekaligus memberi pencerahan dan pendalaman tentang ayat dan hadis.

    Suami saya tidak pernah merasa dirinya seorang ustadz, tapi banyak orang memanggilnya begitu. Sering disela sela kesibukan bisnisnya Ia berkeliling ke kampung-kampung, dari satu daerah ke daerah lain di Jawa Barat, dari Indramayu hingga Lebak, Banten, mengajak orang pada kesadaran agama dan pengikutnya jadi banyak sekali. Suami saya datang berkeliling ke daerah-daerah dan kampung-kampung serta pelosok sendirian tanpa ada yang membiayainya sepeserpun. Hotelnya adalah masjid, surau, tajug atau langgar. Tapi jangan salah, pengikutnya bukan hanya orang-orang kecil. Kelas menengah, orang-orang kaya dan pejabat tinggi juga ada.

    Dalam berdakwah, prinsipnya ia tak pernah mau dibayar sepeserpun. Uang puluhan juta sebagai amplop atau ucapan terima kasih, bahkan mobil dan rumah sebagai hadiah atau penghargaan lain dari orang-orang kaya yang disadarkannya dalam agama semuanya ia tolak. Ia sangat berpengaruh pada orang orang yang dibinanya. Tangisan dan uraian air mata mereka adalah biasa saat mendengarkan nasehat-nesehatnya tentang kehidupan sehari-hari tapi menyentuh.  Pokoknya suami saya adalah suami terbaik bagi saya, sangat jadi panutan.

    5 Tahun sudah kami menikah, sangat tak terasa waktu berjalan. Tiga buah hati putri putri kami meramaikan rumah kami. Rumah tangga kami makin harmonis. Namun karena dia anak lelaki satu – satunya dalam keluarganya, saya harus berusaha untuk dapat meneruskan generasi nya, kehadiran seorang putra. Alhamdulillah suami mendukung. Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipanNya, seorang anak laki laki. Tapi keluarga nya mulai resah.

    Sejak sebelum menikah suami punya bisnis milik sendiri di bidang kaligrafi dan ternak domba. Usahanya berkembang pesat dan membuat hidup kami lebih dari cukup. Saya sendiri dulunya sebelum menikah karyawan di sebuah perusahaan swasta dengan posisi karier sudah cukup tinggi, sebagai  Manajer Produksi. Begitu menikah, sesuai kesepakatan saya melepas status wanita karier dan menjadi ibu rumah tangga agar bisa 100% berdedikasi melayani anak dan suami. Sebetulnya adalah suami saya yang menghendaki saya di rumah saja, tidak bekerja lagi, tetapi saya turuti dengan ikhlas.

    Awal saya mengenal milis dan komunitas Equitas adalah dari teman SD, Selasih Fajar Wati. Dia lebih dulu menjadi anggota karena direkrut oleh salah satu perusahaan dibawah Grup Equitas, di bagian Marketing. Ceritanya, waktu itu saya dan suami punya piutang dari teman bisnis (vendor) yang punya usaha restoran sate kambing dan caffee di Bandung. Sudah hampir setahun tagihan kami tidak juga dibayarnya dengan berbagai alasan. Kemudian saya masih ingat tanggal di hari tersebut karena bertepatan dengan tragedi WTC – September 11, 2001 tapi ini di tahun 2011, iseng iseng saja saya sampaikan di milis Equalife (sekarang Meta Physical Dimension)  karena sudah gelap tidak tahu lagi harus bagaimana buat menagih hutang saya itu. Terus terangnya saya dan suami sudah pesimis sekali. Sampai waktu seseorang di milis ini yang ternyata adalah sosok sesepuh perguruan Unisyn menyarankan saya untuk hubungi kembali sipenghutang itu namun kali ini dengan kiriman Positive Cosmic Energy dari beliau. Meskipun saya waktu itu masih penuh keraguan angkat telpon mencoba hubungi mitra bisnis kami itu. Eh, aneh bin ajaib tidak seperti biasanya mitra bisnis saya itu meminta ketemu di Bandung malam itu juga (karena mereka rumahnya di Bandung) di caffee milik mereka. Saya dan suami sebelum berangkat sore itu dari Garut sudah deg degan, sudah berpikir seperti yang sudah sudah, si istrinya akan pasang muka seramsekali. Benar, memang mitra bisnis kami itu menemui kami beserta istrinya, tapi beserta laptop juga. Segala sesuatunya berakhir seperti yang sudah diinfokan ke kami oleh Bapak Perguruan Unisyn, kedua suami istri itu meminta maaf sebesar-besarnya dengan muka ramah dan didepan kami ini lalu si suami melakukan transfer via online banking dari HSBC accountnya ke BCA saya. Bukti transfer sudah diprint di warnet terdekat dan ada ditangan saya, semua lengkap termasuk SWIFT Code-nya segala. Saya dan suami sepanjang pulang ke Garut hanya bisa diam, tapi senyum senyum sendiri.

    Oke, uang itu sebetulnya sudah kami anggap tidak ada tadinya. Jadi kami putuskan ingin menyerahkan 20% dari seluruh uang tersebut ke rekening sang Tokoh Perguruasn dan kenyataannya kemudian sang tokoh tidak mau menemui kami, yang artinya beliau menolak pemberian 20% tersebut yang jika dirupiahkan bisa lebih dari Rp 100 juta.

No comments:

Post a Comment